Keindahan Bukit Cinta dan Rawa Pening, serta Legenda Lain Baru Klinthing

Saya senang berwisata, walaupun tidak sering. Namun sejak kehadiran virus covid-19 pada tahun 2020 di Indonesia, saya jadi makin jarang jalan-jalan untuk bertamasya hingga sekarang. Selain itu juga karena memang belakangan sibuk dengan kerjaan di kantor maupun urusan-urusan lain. Jadi ketika ada kesempatan tugas kerja di tempat wisata, bersemangatah saya. Sekali dayung bisa dapat dua pulau. Mantaps!

Kegiatan dari kantor tersebut berlangsung pada Rabu-Kamis, 7-8 Juni 2023 di Pendopo Utama Bukit Cinta, yang secara administratif termasuk dalam Kelurahan Kebondowo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Di tempat tersebut, rombongan Tim Pengabdian Masyarakat Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang hadir untuk menyampaikan “Sosialisasi Peningkatan Keterampilan Perawatan dan Perbaikan Permesinan Perahu Wisata Motor Tempel serta Pemanfaatan Media Sosial Sebagai Sarana Pemasaran pada Destinasi Wisata”. Hadirin adalah para operator perahu/kapal motor di area Rawa Pening sebanyak sekitar seratus orang. 

Saya bersama rombongan yang terdiri dari satu mobil dan satu truk tiba Rabu sore. Kami disambut patung ular naga di tengah, serta gerbang masuk dengan tulisan “Selamat Datang di Bukit Cinta Rawa Pening” di bagian tengah dan di sisinya terdapat tulisan jawa, yang saya tidak memperhatikan maknanya apa. Mungkin sama dengan tulisan romawinya. Barang dan kelengkapan kegiatan diturunkan, dan spanduk informasi kegiatan dipasang di atas pintu masuk, serta yang satunya di pendopo. 

Bukit Cinta sudah sepi. Langit sudah mulai temaram. Namun saya menyempatkan diri untuk melihat suasana alam di area Rawa Pening. Terlihat hamparan air yang luas. Terdapat dua perahu motor wisata di ujung dermaga, serta beberapa perahu motor wisata lain tertambat di bantaran Bukit Cinta. Nampak tanaman enceng  gondok tumbuh di sekitar tempat itu. Kabarnya masyarakat sekitar sini mencari nafkah dengan membuat kerajinan dari enceng gondok kering, semisal tikar. Tempat ini juga digunakan untuk memelihata ikan air tawar, serta menjadi arena wisata pengunjung berkeliling sekitar rawa dengan perahu motor. Saat sore menjelang malam, tempat ini rasanya adem dan tenang. Setelah semua beres, kami meninggalkan lokasi setelah lewat waktu Maghrib untuk menuju tempat menginap, makan malam, kemudian beristirahat.

Keesokan harinya, setelah sarapan di hotel, kami pun bergegas menuju lokasi acara. Dari waktu yang ditentukan, ternyata yang hadir baru beberapa orang, namun lambat laun akhirnya ramai juga. Sebelum mengikuti acara, para peserta diminta untuk melaksanakan registrasi dan mendapatkan tas, yang berisi topi dan kaos untuk langsung dipakai.

Acara dibuka oleh Kepala Bagian Administrasi Akademik dan Ketarunaan, Dr. Capt. Ilham Ashari, S.SiT., M.M., M.Mar., mewakili Direktur PIP Semarang yang berhalangan hadir. Beliau mengucapkan terima kasih atas fasilitas dan waktu yang diberikan pengelola, serta menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan yang diselenggarakan. “Sebagai salah satu wujud tri dharma Perguruan Tinggi, semoga kegiatan pengabdian ini dapat menjadi manfaat bagi peserta. Keselamatan merupakan hal utama dalam melakukan kegiatan apapun, termasuk dalam penggunaan perahu wisata motor. Materi tentang perawatan mesin kapal, kemudian pemnfaatan medsos ini semoga bermanfaat bagi hadirin, serta penyebaran informasi terkait adanya lokasi wisata ini,” ucapnya. Bersama beliau, mampak hadir mendampingi Kepala Desa Kebondowo Ahmad Yani serta Kepala Polisi Sektor Banyubiru AKP. Sungkowo, SH. 

Dalam kegiatan ini saya membawakan materi dengan judul “Menjadi Local Guide dengan Google Maps untuk Promosi Pariwisata” berdasarkan pengalaman saya sebagai humas serta blogger. Di tengah-tengah kegiatan saya berkesempatan bertemu dengan Pak Woko, Ketua Paguyuban operator perahu wisata yang berdasarkan informasi dari rekan saya, beliau adalah juru kunci Rawa Pening dan paham mengenai legenda tempat ini. Sebagai orang yang tertarik dengan local wisdom, maka saya pun mengajak beliau berbincang mengenai cerita rakyat di tempat ini. Sewaktu kecil saya memang pernah mendengar cerita tentang Rawa Pening yang semula merupakan desa, namun karena suatu kejadian tenggelam menjadi area rawa-rawa. Sebenarnya bisa sih mencari sebuah cerita rakyat melalui membaca buku atau googling dan mendapatkannya dari blog atau website di internet, namun bagi saya rasanya lebih afdol kalau bisa mendapat cerita langsung dari orang lokal, alias masyarakat asli di tempat tersebut. Nyatanya malah saya mendapat versi lain dari legenda rawa pening dari yang biasanya diceritakan orang-orang lain. 

Pak Woko bercerita panjang lebar, namun karena saya orangnya lupaan dan tak sempat menyiapkan alat rekam, maka sedikit yang masih saya ingat adalah pada versi yang umum diketahui orang, lahirnya Rawa Pening ada hubungannya dengan makhluk mitos Naga Baru Klinthing yang menjelma menjadi anak kecil kemudian mengadakan sayembara pada orang-orang desa untuk mencabut sebatang lidi yang ditancapakannya di tanah. Sayangnya tak seorang pun yang sanggung, hanya Baru Klinthing yang mampu, dan akibat dari tercabutnya lidi tersebut muncul pancaran air yang menenggelamkan desa, sehingga menjadi Rawa Pening yang dikenal orang sekarang. Versi lainnya yang didapat pak Woko dari leluhurnya adalah tentang adanya dua kerajaan yang berseteru pada masa lalu. Dimana salah satu kerajaan memiliki putra mahkota, dan kerajaan lain memiliki putri yang hendak dinikahkan. Pernikahan itu gagal dan berujung lahirnya Rawa Pening. Sepertinya keberadaan Bukit Cinta pun ada hubungannya dengan legenda versi lain itu. Kalau orang berkunjung ke sini biss melihat terdapat salah satu spot untuk memasang Gembok Cinta. Sesuatu yang mirip dengan wisata di luar negeri, seperti Korea yang seperti ini.

Karena keterbatasan waktu, saya ingin menggali lebih lanjut tentang cerita ini lain kali, karena rasanya menarik bisa tahu ada versi cerita yang berbeda dengan yang diketahui orang pada umumnya. Saya sempat menghubungi Pak Woko lewat WA maupun menelponnya namun belum mendapat respon. Mungkin beliau sedang sibuk melayani para wisatawan Bukit Cinta dan Rawa Pening. Lain kali kalau ada kesempatan, mungkin saya akan ke sana lagi menemui beliau dan mendapatkan cerita lengkapnya kembali. Kalian pun bisa bertemu beliau kalau pergi ke tempat ini.

Menjelang tengah hari kegiatan pun usai. Kegiatan ditutup oleh Janny Adriani Djari, S.ST., M.M., selaku perwakilan dari Pusat Penelitan dan Pengabdian Masyarakat (PPPM) PIP Semarang. Para hadirin meninggalkan tempat sambil membawa rompi keselamatan serta mendapatkan nasi kotak sebagai makan siang. Mereka makan di sekitar tempat ini, yang tentunya dengan tetap menjaga kebersihan lingkungan, membuang sampah pada tempatnya agar keindahan tempat mereka mencari nafkah ini tetap terjaga dan menarik pengunjung. Di siang hari para pengunjung ada meskipun tidak ramai, karena mungkin masih hari kerja. Saya sempat melihat sepasang muda-mudi, kemudian sejumlah ibu-ibu dengan anaknya, dan satu keluarga turis asing alias bule, namun saya tidak ajak ngobrol, hanya mengamati mereka dari jauh. Yang pasti keindahan tempat ini sudah dikenal, tak hanya di dalam negeri, tapi sampai juga ke manca negara. 

Inilah bagian terakhir postingan saya. Sudah lebih dari setahun ya, saya nggak menulis untuk blog. Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Lomba Blog Pesona Wisata Kabupaten Semarang". Mau tahu lebih lengkap terkait Bukit Cinta, Rawa Pening dan berbagai tempat wisata lain di Kabupaten Semarang? Silakan kalian ketik atau langsung klik aja link website berikut: www.kabsemarangtourism.id


Comments

Popular posts from this blog

Tutorial Cara Menghubungkan Keyboard Musik dengan Komputer

Film Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno Bahasa Indonesia

Apa yang Akan Terjadi di Kamen Rider ZiO Episode 35?