Friday, June 29, 2018
Tiga Sumber Penghasilan Blogger
Halo Sobat Kreatif, Salam jumpa lagi dengan
saya yozar.
Kali ini kita mau
ngomongin soal Blog dan Blogger. Awalnya sih, ngeblog itu untuk menuliskan
pikiran, curhatan, atau diari seseorang di sebuah laman internet. Yah, semacam
untuk ekspresi diri. Namun makin hari makin banyak orang yang nulis. Tema
bermacam-macam. Bahkan isinya ada yang kayak liputan koran. Beda tipis antara
website dan blog. Nah dengan makin populernya blog, penulisnya alias blogger
bisa mendapatkan penghasilan dari hobinya ini. Gimana caranya? Setidaknya ada 3
Sumber penghasilan blogger dari pengamatan saya:
1.
Traffic
Adsense
Google dengan
platform periklanannya AdSense memberikan kesempatan kerjasama bagi pemilik
blog atau website untuk memasang iklan di halamannya. Alurnya kurang lebih
seperti ini: Google dapat orderan untuk mengiklankan suatu barang atau jasa.
Google menawari pemilik blog untuk memasang kode iklan di halamannya. Dari
iklan yang diklik, Google memberikan bagi hasil penghasilan iklan kepada
pemilik blog. Jadi di sebuah blog yang banyak pengunjungnya, dan makin banyak
orang yang meng-klik atau membuka informasi iklan tersebut, maka semakin banyak
penghasilan yang didapat blogger.
2.
Review/Endorse
Suatu blog yang
populer dan banyak pengunjungnya, akan menarik minat produk atau jasa untuk
diulas di blog tersebut. Harapannya, jadi banyak pengunjung yang jadi kenal dan
tertarik dengan produk atau jasanya. Sang Blogger atau pemiliknya bisa
mendapatkan penghasilan dari membuat ulasan ini. Nominalnya berapa? Itu
tergantung kesepakatan atau umumnya bagaiamana.
Nah bagaimana orang
tahu suatu blog populer? Blogger bisa menampilkan statistika kunjungan di
lamannya. Misalnya pakai Google Analytic. Makin tinggi tingkat kunjungan
berarti makin populer blog tersebut. Ada juga website khusus yang bisa menilai
kepopuleran suatu blog. Salah satunya adalah moz.com Dia bisa menilai DA dan PA
atau tingkat kunjungan website dan tingkat kunjungan halaman website. Makin tinggi
nilai DA dan PA, berarti makin ramai blog tersebut dikunjungi.
3.
Blogger
Reporter
Hampir sama dengan sistem
review/endorse. Blogger di sini sistem kerjanya mirip wartawan atau reporter,
yaitu pemilik produk, barang, jasa atau kegiatan mengundang blogger ke suatu
event atau acara. Di event atau acara tersebut akan ada satu atau lebih
narasumber yang akan menjelaskan mengenai suatu produk, barang, jasa, informasi
atau kebijakan bila dari pihak pemerintah yang minta diliput. Atas liputannya,
Blogger bisa mendapatkan imbalan berupa mencicipi atau mencoba produk baik
barang atau jasa, membawa paket produk, voucher, uang dan lain sebagainya. Mengenai
apa manfaat yang bakal Blogger terima, ada yang sudah dipastikan dari awal, ada
juga penyelenggara yang mungkin tidak menyediakan atau memberikan dana kepada
peliput.
Nah itulah 3 Sumber
penghasilan seorang Blogger dari pengamatan saya. Seru bukan? Apakah anda sekarang
tertarik untuk menjadi Blogger? Bagaimana caranya? Akan saya ulas di tulisan lain.
Thursday, June 28, 2018
Sistem Pilkada Masa Depan
June 28, 2018bawaslu, efektivitasanggaran, efisiensianggaran, kpu, pemilihankepaladaerah, pemilihanumum, pemilu, pilkada
No comments:

Gwe inget-inget
pertama kali nyoblos Pemilu sekitar sebelum tahun 2000an, sistem coblosannya
11-12 sama yang sekarang: ada petugas yang datang mendata ke rumah, ngasih
kartu pemilih, minta pemilih datang ke TPS, sampai di TPS dikasi kartu suara,
nyoblos di bilik suara, masukkin kartu suara ke kotak suara, celupin jari ke
tinta. Setelah warga pada nyoblos, jumlah suara dihitung, hasilnya direkap
sampai ke pusat. Hampir nggak ada bedanya sama sekali.
Padahal zaman
sudah berubah. Internet sudah hadir dalam kehidupan sampai ke pelosok daerah.
Hampir semua orang pakai hape alias smart phone. Namun sistem pemilu jadul
masih diberlakukan, akibatnya anggaran penyelenggaraan hajat mencapai 15,95
Trilyun rupiah. Emang nggak bisa dieefektifkan, lebih ekonomis dan akurat?
Kalau kata Gwe
sih mestinya bisa. Pertama soal pendataan warga yang memiliki Hak Pilih. Kata
kuncinya adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan KTP-Elektronik. Ingat kan
beberapa tahun lalu pemerintah sudah mendata warga negara untuk pembuatan KTP
Elektronik. Di dalamnya termaktub setiap warga memiliki NIK yang unik, yang
berbeda satu sama lain. Nah dari situ bisa dinyatakan bahwa mengenai pendataan
warga yang memiliki kriteria hak pilih sudah bisa diketahui dari database NIK. Bagaimana
dengan keakuratan data? Data tentu akurat karena satu orang memiliki satu NIK
saja dan memberikan SATU suaranya. Tidak perlu ada pendataan ulang lagi. Pola
ini akan mengurangi belanja cetak kartu data, dan belanja pengadaan serta
pemberian honor petugas pendata.
Lalu bagaimana
untuk memverifikasi bahwa dia adalah pemilih yang sah? Bisa melalui sistem
login ke aplikasi dengan kombinasi NIK pribadinya-nya, Nomor KK, dan bisa juga
disebutkan nama akhirnya, nama ibu kandungnya. Banyak cara untuk memastikan
kebenaran data pemilih. Ini adalah langkah kedua, yaitu aplikasi voting. Voting
dengan aplikasi yang bisa diakses melalui dekstop PC, laptop, atau bahkan
smartphone akan mengurangi/menghilangkan sejumlah hal seperti: belanja kartu
suara, belanja bilik dan kotak suara, belanja sewa tempat, belanja tinta celup,
dan yang mungkin akan dirasa memiliki sisi kontroversi, yaitu menghilangkan
pendapatan orang adalah: belanja honor petugas.
Sistem aplikasi
juga mempermudah dan mempercepat pengiriman data. Data bisa dihitung secara
real time, saat itu juga dengan didukung kalkulasi alogoritma perhitungan aplikasi
yang akurat dan dilindungi serangan cracker. Tidak perlu dihitung manual, yang
menghabiskan waktu dan energi petugas, dan meminimalisir kekeliruan hitung, penjumlahan,
faktor human error.
Pertanyaan yang
selanjutnya paling bikin orang pesimis dengan sistem digital adalah bagaiamana
dengan manipulasi data? Tentunya orang yang betul-betul paham IT akan berusaha
menjaga data dari serangan cracker atau celah manipulasi data. Sistem bisa
diujicobakan sebelumnya. Aplikasi yang sama untuk pemilu bisa disebarkan secara
gratis dan diujicobakan dalam rentang waktu tertentu untuk mengatisipasi
terjadinya sistem error, kesalahan database, servor down dan berbagai
kemungkinan masalah teknis lainnya, sehingga saat hari H, proses Pemilu bisa
berjalan sebagaimana mestinya. Kalau mau ngomongi celah manipulasi, di sistem
manual salah satu cara untuk mengurangi celah manipulasi adalah dengan
menghadirkan saksi-saksi dari berbagai elemen masyarakat saat penghitungan
suara. Saksi pun bisa “dihadirkan” secara digital. Dia bisa diberikan akses
khusus untk mengecek, menyaksikan data-data suara.
Lalu bagaiamana
dengan pemilih yang tidak memiliki smart phone atau akses internet? Warga bisa
saja diperkenankan menggunakan komputer yang sudah tersedia di tingkat
Kecamatan atau bahkan Desa. Ingat berapa banyak Dana Desa yang digelontorkan,
yang salah satunya bisa untuk pengadaan fasilitas sarana prasarana perkantoran.
Tidak harus juga selalu pengadaan baru. Cukup dengan komputer/laptop inventaris
kantor yang sudah ada, yang dilengkapi dengan bandwith internet yang cukup.
Selanjutnya
bagaimana dengan pemilih yang sudah renta, lalu pemilih yang salah memilih data
calon pemimpinnya. Sistem voting bisa
saja sekali sentuh atau klik untuk menentukan pilihan. Namun untuk menjaga keakuratan
data, pemilih bisa diberikat 3 tahapan pertanyaan/ untuk memastikan kebenaran
pilihannya. Pertanyaan pertama yang biasa, yaitu calon nomor mana yang Anda
pilih. Setelah pengguna memilih, akan muncul pertanyaan kedua, apakah benar
calon nomor sekian yang bernama a dan wakil b yang anda pilih? Lalu selanjutnya
muncul pertanyaan terakhir: apakah anda benar akan memutuskan memilih atau
batal memilih dan meminta waktu untuk berpikir dan mempertimbangkan.
Berikutnya, sama seperti sistem manual, bisa disediakan satu orang petugas
pendamping untuk membantu pemilih.
Itulah sedikit
pemikiran yang Gwe sampaikan, mungkin bisa jadi masukkan, dan pertimbangan untuk
sistem pemilih umum di masa depan. Dimana yang diutamakan adalah efektifitas
dan efesiensi anggaran negara, bukan sekedar cari kredit luar negeri dan
mengatasnamakan modal pembangunan.
Pilkada 2018 dan Pesan untuk Pemenang
June 28, 2018bawaslu, efektivitasanggaran, efisiensianggaran, kpu, pemilihankepaladaerah, pemilihanumum, pemilu, pilkada
No comments:

Biasanya Gwe
males dengan Pemilu. Udah sejak beberapa tahun nggak nyoblos dengan semestinya.
Namun entah kenapa periode kali ini, Gwe pengin ikut urun suara.
Jadi memang
karena juga udah ditetapin sebagai Hari Libur Nasional, maka Gwe pun balik
kampung dari Semarang ke Cepiring, untuk menyuarakan aspirasi. Pagi pas pulang,
suasana jalanan lengang. Ada kendaraan lalu lalang, namun nggak crowded. Cukup nyaman lah, nyaris kayak
pas hari H Lebaran. Sempet lewat di kantor KPU Jateng sih kesannya sepoi-sepoi
aja.
Pas nyampe
rumah, Gwe mendapati Bapak Ibu ternyata belum mendatangi Tempat Pemungutan
Suara (TPS). Nggak merasa perlu buru-buru, setelah Gwe ngutak-atik hape
pengganti iPhone 6 yang udah kadaluarsa, maka kami pun bergerak ke halaman
rumah H. Nasori, Rt.06 Rw.01 yang merupakan TPS yang ditunjuk untuk keluarga
kami nyoblos. Jaraknya kira-kira 500 meter dari rumah.
Waktu saat itu
menunjukkan sekitar jam 10. Di depan lokasi TPS nampak seorang hansip berjaga dengan
ditemani dua orang bapak-bapak warga yang duduk-duduk. Ada beberapa kursi
plastik warna hijau di pintu masuk TPS. Di dalam lokasi TPS petugasnya cukup
banyak, atau mungkin gabungan petugas, mungkin orang partai, pengawas, entah
Gwe kurang tahu detilnya. Dari pengamatan Gwe sih, ada yang berperan menerima kartu pemilih, mencatat, memberikan
kartu suara, penjaga tinta bukti coblos, dan entah apa lagi.
Tidak banyak antrean.
Nampak hanya sejumlah warga di sana. Ibu tiba duluan dan menyerahkan 3 kartu pemilih
yang diberikan ke kami tempo hari oleh petugas yang datang ke rumah. Setelah
dua orang dipanggil untuk mencoblos tiba giliran ibu, bapak, kemudian aku.
Bilik suara hanya ada dua, namun Gwe rasa cukup mengakomodir kebutuhan warga.
Jangan-jangan sih belum puncaknya kedatangan, tapi ya nggak papa juga mereka
bisa antri. Abis nyoblos, tinggal masukkin kartu suara ke dalam kotak suara
yang mirip ama kotak amal di tempat ibadah. Setelah itu nyelupin jari ke tinta
ungu yang disediakan, lalu keluar lewat pintu yang berbeda dengan yang masuk
tadi.
Nantinya
siapapun yang terpilih, Gwe cuman ngingetin bahwa, pemilu ini adalah pemilihan
pemimpin. Bukan soal menang kalah, tapi siapa yang dipercaya masyarakat untuk
menjalankan amanah. Bukan soal pintar, keren, ganteng dan hebat, tapi menjadi
sosok yang bisa membuat kebijakan dan mengelola anggaran secara cermat dan tepat.
Selalu ingat bahwa uang masyarakat yang dipungut sebagai pajak untuk
kepentingan bersama, bukan upeti. Pemimpin yang benar adalah yang tidak
menghambur-hamburkan anggaran. Bisa membuat skala prioritas. Tidak perlu banyak
bicara maupun seremoni. Dia harus amanah untuk menggerakkan roda ketatanegaraan
demi masyarakat yang adil dan sejahtera, serta aman sentausa.
Prediksi Kamen Rider Gotchard Episode 14
Hai Tokufans, Balik lagi bareng Gwe yozar remixer. Kali ini dalam prediksi kamen rider gc ep 14 Alhamdulillah ya di episode 13 kemarin, ...
